Dunia membutuhkan aksi nyata yang dimulai dari setiap individu yang sadar akan keberadaan dirinya bukan semata hanya seorang diri namun berdampingan dengan segala aspek kehidupan lainnya. Aksi nyata yang dimulai dari diri sendiri dilakukan secara kolektif melalui para pemegang kebijakan sehingga dapat menekan laju emisi GRK. Sektor transportasi di Indonesia menyumbang sekitar 5% dari total emisi, adapun sebagian terbesar emisi disumbang dari sektor kehutanan dan perubahan tata guna lahan. Di dalam NDC Indonesia, sesuai dengan kategorisasi dalam IPCC, transportasi termasuk dalam sektor energi. Terhadap sektor energi, transportasi menggunakan sekitar 26% total energi. Dari keseluruhan subsektor transportasi, konsumsi energi oleh transportasi darat/jalan raya sekitar 85% (sumber: Outlook Energi Indonesia, 2019).
Sebanyak 41% energi yang dikonsumsi subsektor transportasi ini digunakan oleh sepeda motor. Dengan pesatnya, program pembangunan angkutan massal perkotaan (antara lain MRT, LRT, dan KRL) diprediksi persentase pemakaian energi oleh sepeda motor di masa yang akan datang akan menurun. Apabila ditinjau dari jenis energi, subsektor transportasi merupakan pengguna BBM sekitar 47%. Saat ini Pemerintah Indonesia sangat komit terhadap permasalahan perubahan iklim. Hal ini dibuktikan dengan adanya target NDC (Nationally Determination Contribution) yang telah disampaikan dalam acara perubahan iklim secara internasional, dimana pencapaian pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia pada tahun 2030 ini adalah sebesar 29% atas kemampuan sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional untuk mencapai target tersebut.
Strategi penyeimbangan Karbon
Setiap manusia meninggalkan jejak karbon di bumi. Beragam aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Menghitung penurunan emisi dari sektor transportasi, terutama untuk transportasi darat, pada umumnya tidak mudah, keakurasian perhitungan bergantung pada tingkat kompleksitas pemodelan (modelling)-nya. Dibutuhkan parameter yang sangat banyak untuk meminimalkan berbagai ketidakpastian di lapangan. Namun, hal ini akan menyebabkan modelling semakin kompleks dan tidak praktis. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi dalam upaya penurunan emisi GRK di sektor transportasi perkotaan. Pada 30 tahun kedepan, 2,4 miliar penduduk dunia merupakan penduduk perkotaan, yang berarti persentase penduduk kota sebesar 66% pada tahun 2050 (unep, 2018). Carbon Pricing merupakan suatu konsep, pendekatan, atau pola pikir, yang memberikan nilai ekonomi dari emisi karbon dalam bentuk nilai uang per ton CO2 e. Dalam bahasa Indonesia, konsep ini disebut sebagai Nilai Ekonomi Karbon. Penyeimbangan karbon merupakan salah satu dari skema carbon pricing. Hasil penelitian, menunjukan bahwa sebesar 58,4% dari 954 pengguna transportasi perkotaan bersedia untuk berpartisipasi dalam penyeimbangan karbon.
Penurunan kualitas lingkungan di perkotaan antara lain disebabkan oleh emisi karbon dari kendaraan bermotor dalam hal ini transportasi di perkotaan. Untuk itu, diperlukan strategi bagi kehidupan masyarakat perkotaan yang berkelanjutan dan lebih baik. Dalam rangka menuju implementasi pajak karbon di tahun 2025, upaya penyeimbangan karbon di sektor transportasi khususnya transportasi darat dapat menjadi system transisi atau juga dapat memberikan kebiasaan kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pengurangan karbon dari segala aktivitas yang menciptakan karbon sebelum benar-benar pajak karbon di implementasikan.
Setelah keluarnya peraturan terkait dengan Pajak karbon di Indonesia (Perpres 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, UU No 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi perpajakan yang mengatur pajak Karbon), terdapat beberapa kelebihan mekanisme dalam penerapannya yaitu menerapkan prinsip Polluter pay principles jadi siapa yang mencemari dialah yang membayar, mendukung penurunan emisi, mendorong investasi dan inovasi.
Hal ini merupakan sinyal yang baik bagi pemerintah dalam upaya implementasi kebijakan carbon pricing dengan harapan masyarakat secara umum akan sadar terhadap jumlah karbon yang dihasilkan dari setiap melakukan perjalanan dengan menggunakan moda transportasi. Selain itu, ditinjau dari sisi kebijakan keuangan, harmonisasi pajak dilakukan untuk mendorong sektor yang fokus ke arah energi bersih, serta baru terbarukan. Peningkatan kualitas gaya hidup (lifestyle) masyarakat di perkotaan diharapkan dapat dilakukan dengan mengendalikan sistem ekologi, sosial, dan ekonomi. Kualitas kota yang baik yaitu kota dimana dapat membuat penduduknya menjadi senang dan nyaman dalam melakukan kehidupannya di alam kota, tidak ada permasalahan sosial, budaya, lingkungan, serta memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat perkotaan harus dibutuhkan peran dari pemerintah kota sebagai pihak yang diberi mandat oleh masyarakat.
Dalam paket peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah, pajak karbon dilaksanakan bertahap sesuai dengan roadmap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, dengan pencapaian target (NDC), kondisi ekonomi dan kesiapan sektor. Dengan adanya kebijakan pajak karbon akan menjadikan pilar yang baik dalam pengurangan polusi udara akibat emisi karbon di sektor transportasi. Jadi jangan sampai kehilangan peluang (loss opportunity) untuk melakukan pembenahan yang lebih sistematis dan lebih kuat lagi. Beberapa elemen dari tata kelola pemerintahan yang masih harus disiapkan lagi seperti rencana mekanismenya peta jalan maupun regulasi terkait lainnya disektor transportasi perkotaan. Hal detail itulah yang harus didorong selagi masih ada waktu. Masukan-masukan bagi pemerintah agar ekosistem dari pajak karbon ini bisa bisa hidup dengan berkembang dengan baik.
Kegiatan partisipasi masyarakat terhadap upaya penyeimbangan karbon harus didekatkan sedekat mungkin kepada pencemaran yang akan dikontrol dalam hal ini wilayah perkotaan, jika keterhubungannya lemah, maka upaya penyeimbangan tersebut akan gagal dalam memberikan dampak yang seharusnya diberikan guna mengatasi upaya penurunan polusi udara atau perbaikan lingkungan. Dalam hal penyeimbangan karbon di sektor transportasi perkotaan dapat di impelementasikan dengan upaya penyeimbangan karbon selain dengan penanaman pohon seperti yang telah beberapa pihak lakukan saat ini. Adapun penyeimbangan karbon secara sukarela yang dapat diimplementasikan meliputi, langkah-langkah efisiensi energi, produksi energi rendah karbon, penghancuran Gas Rumah Kaca (GRK), penanaman pohon, kegiatan peningkatan rendah karbon, dan banyak lainnya.
Rekomendasi
Transportasi yang baik merupakan jantung dari kota keberlanjutan hingga ketingkat global. Prinsip dasar dan strategi dalam mengurangi emisi pada transportasi Perkotaan ada tiga, yaitu Avoid, Shift, dan Improve atau disingkat ASI. Avoid bermakna hindari atau kurangi perjalanan yang tidak perlu. Kalau pun harus melakukan perjalanan maka upayakan beralih (shift) menggunakan kendaraan yang rendah emisi atau yang paling hemat energi, misalnya menggunakan sepeda apabila jaraknya dekat atau menggunakan transportasi umum apabila tidak mungkin menggunakan sepeda. Apabila harus menggunakan kendarakan agar manfaatkan teknologi untuk meningkatkan (improve) efisiensi kendaraan dan kualitas bahan bakar. Semua upaya itu dapat diakukan untuk terwujudnya masyarakat dan perkotaan yang berkelanjutan. (Penulis: Budi Aji Purwoko-Perencana Pertama, Badan Kebijakan Transportasi)