PEMERATAAN EKONOMI MELALUI INTEGRASI ANGKUTAN PENYEBERANGAN PERINTIS DENGAN ANGKUTAN BARANG DI LAUT (TOL LAUT)

Indonesia sebenarnya lebih tepat disebut Negara Maritim. Wilayah Indonesia adalah 70% lautan dan 30% daratan, memiliki lebih dari 17.000 pulau, dengan garis pantai lebih dari 99.000 km. Wilayah laut Indonesia yang luas membuat Indonesia menjadi negara yang memiliki potensi besar di bidang kelautan dan perikanan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut. Angkutan laut memegang perananan penting untuk menunjang kelancaran proses distribusi logistik karena dinilai lebih praktis. Angkutan laut juga memiliki kapasitas pemuatan yang besar. Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar arus barang dari daerah produksi ke konsumen sehingga kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Mulitmoda, Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang kepada penerima barang angkutan multimoda.

Peraturan Menteri Nomor 161 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan, menjelaskan Tol Laut merupakan konsep pengangkutan laut untuk menjangkau dan mendistribusikan logistik ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan di Indonesia

Menurut Perpres Nomor 70 Tahun 2017, tol laut adalah konektivitas laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia. Tol laut memiliki maksud dan tujuan untuk menjangkau dan mendistrbusikan logistik ke daerah tertinggal,terpencil,terluar,dan perbatasan serta menjamin ketersedian barang dan disparitas harga guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tol laut merupakan konsep pengangkutan laut untuk memperbaiki proses pengangkutan logistik kelautan agar dapat berdampak pada proses distribusi yang semakin mudah juga pada harga bahan pokok yang semakin merata di seluruh wilayah Indonesia.

Tol laut ini bukan serta merta jalan tol diatas laut tetapi merupakan jalur pelayaran bebas hambatan yang menghubungkan antar wilayah melalui pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Guna mendukung terciptanya pemerataan ekonomi yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia bahkan sampai ke wilayah 3TP (Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Pedalaman) maka dari itu, penting bagi pemerintah untuk mewujudkan konektivitas wilayah untuk mendorong ekonomi melalui distribusi logistik yang efektif dan efisien. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kajian ini adalah untuk memberikan rekomendasi kebijakan terhadap distribusi logistik untuk mendukung konektivitas dan ekonomi wilayah khususnya diwilayah 3TP melalui integrasi antara Angkutan Penyeberangan Perintis dengan Angkutan Barang di Laut (Tol Laut).

Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan kapal tol laut dalam mendistribusikan logistik, keterbatasan infrastruktur sarana dan prasarana lanjutan, serta guna memerangi disparitas harga dan meningkatkan konektivitas nasional, maka dibutuhkannya sinergi antara angkutan di perairan sungai dan penyeberangan seperti kapal ferry.

Berdasarkan hasil evaluasi semester 1 (satu) tahun 2022, pelaksanaan Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut melayani 33 trayek yang dilayani dengan mengoperasikan 32 kapal yang menyinggahi 130 pelabuhan. Konsep pengembangan transportasi Jalur Laut Bebas Hambatan (Nautical Free Way) atau yang populer saat ini dengan Tol Laut, harus terintegrasi dengan moda transportasi lain yaitu jalan, kereta api dan udara, sehingga memudahkan pergerakan manusia dan barang menuju daerah tujuan.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) cq. Direktorat Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan dalam Rapat Konsolidasi Penetapan Lintas Penyeberangan Perintis dan Formula Subsidi Angkutan Penyeberangan Perintis 2022 memaparkan bahwa saat ini di Indonesia terdapat 259 pelabuhan penyeberangan, dan 358 lintas penyeberangan diantaranya 69 lintas komersil dan 289 lintas perintis, serta 422 kapal. Hal tersebut merupakan peluang untuk dilakukan kolaborasi terhadap kedua moda tersebut guna menjangkau daerah-daerah terpencil.

Integrasi moda antara Angkutan Penyeberangan sebagai kapal Feeder dengan Tol Laut sebenarnya telah dilaksanakan melalui pelaksanaan Kontrak Tol Laut Trayek T-22 s.d. T-26 melalui skema titip muatan, akan tetapi dalam pelaksanaannya dinilai masih belum optimal karena beberapa hal seperti :

1. Belum ada barang terusan dari Kapal Tol Laut dari Pelabuhan Utama sehingga dalam realisasinya pengangkutan bapokting melalui pelabuhan pangkal kapal feeder tersebut;

2. Pengangkutan barang logistik menggunakan skema muatan barang curah dengan bantuan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM);

3. Perbedaan lokasi bongkar/muat antara kapal tol laut di pelabuhan umum dengan kapal Ferry yang berada di pelabuhan penyeberangan;

4. Keterbatasan GT dan tinggi geladak kapal Ferry selaku kapal Feeder serta alur pelayaran yang dilalui;

5. Perbedaan skema pelaksanaan bongkar muat yang dilakukan oleh kapal tol laut dan kapal ro-ro.

Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor : KP- DJPL 190 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor KP.998/DJPL/2021 Tentang Penetapan Jaringan Trayek Penyelenggaraan Kewajiban Angkutan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut Tahun 2022 , bahwa potensi integrasi antarmoda Angkutan Penyeberangan Perintis dan Angkutan Barang di Laut di wilayah Papua Barat dan Papua melalui trayek sebagai berikut :

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam kajian ini adalah menggunakan metode analisis data secara kualitatif, yaitu data–data yang diperoleh dari hasil kajian dikelompokkan dan dipilih kemudian dihubungkan masalah yang akan dikaji menurut kualitas dan kebenarannya dan sesuai dengan peraturan-peraturan hukum sehingga akan dapat menjawab permasalahan yang ada.

mplikasidanRekomendasi

Moda transportasi sebagai pengangkutan berfungsi sebagai faktor penunjang dan perangsang pembangunan (the promoting sector) dan pemberi jasa (the service sector) bagi perkembangan ekonomi. Dalam upaya penerapan implementasi distribusi logistik yang padu dan berkesinambungan, maka dibutuhkan skema sirkulasi alur integrasi moda Angkutan Penyeberangan dan Tol Laut yang efektif guna terciptanya kegiatan pelayanan jasa transportasi logistik yang prima. Adapun rekomendasi terhadap integrasi moda Angkutan Penyeberangan Perintis dengan Angkutan Barang di Laut (Tol Laut) adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan sirkulasi pola alur integrasi moda dari Angkutan tol laut ke Angkutan Penyeberangan yang padu berupa :
a. Seluruh aktivitas integrasi antar moda dilakukan di Pelabuhan Laut(Ship to Ship Transfer)

page5image116576304

(Kapal Tol Laut tiba dipelabuhan transhipment – kegiatan stevedoring kapal tol laut – kegiatan cargo doring – stripping (skema jumbo bag) / stripping mini container – cargo doring – stevedoring ke kapal roro – penataan muatan diatas cardeck dengan bantuan forklift – pelayaran – tiba di pelabuhan tujuan – kegiatan bongkar muat dengan skema TKBM – truking menuju Gudang consignee)

b. Pengiriman Muatan dengan Skema Trucking ke Pelabuhan Penyeberangan

page5image116575184

(Kapal Tol Laut tiba dipelabuhan transhipment – kegiatan stevedoring kapal tol laut – kegiatan cargo doring – stripping (skema jumbo bag) / stripping mini container – trucking menuju Pelabuhan penyeberangan – pemuatan kendaraan kedalam kapal ferry – pelayaran – tiba di pelabuhan tujuan – trucking menuju Gudang consignee)

2. Penyesuian dimensi muatan berbentuk mini container atau jumbo bag.

3. Meningkatkan infrastruktur baik dalam di pelabuhan maupun sarana dan prasarana penunjang lain guna mendukung konektivitas transportasi nasional di daerah Papua sebagai langkah jangka panjang;

4. Meningkatkan jaringan internet maupun jaringan telepon di wilayah pedalaman;

5. Melakukan pengawasan terhadap proses pelaksanaan operasional dan ketepatan waktu jadwal sehingga dapat berjalan dengan optimal;

6. Sosialisasi guna meningkatkan minat muatan berangkat serta potensi muatan balik berupa produk unggulan dari wilayah tersebut;

7. Perbaikan Peforma kapal baik dalam segi operasional maupun maintanance;

8. Berkolaborasi bersama instansi terkait.


(Penulis: Okta Alviandi, Analis Kebijakan Pertama, Badan Kebijakan Transportasi)


Komentar

Tulis Komentar