Fenomena pelanggaran ODOL pada angkutan barang di Indonesia sudah menjadi permasalahan yang sangat serius. Sebenarnya apa pengertian dari ODOL itu sendiri? Over Dimension adalah suatu kondisi dimana dimensi pengangkut kendaraan tidak sesuai dengan standar produksi dan ketentuan peraturan, sedangkan Over Load adalah suatu kondisi dimana kendaraan mengangkut muatan yang melebihi batas beban yang ditetapkan.
Menurut data dari Direktorat jenderal Perhubungan Darat berdasarkan analisa terhadap tujuh jembatan timbang yang ada di Indonesia pada 2018, ternyata sebanyak 75 persen menunjukan perilaku operator yang menimbulkan pelanggaran over loading, bahkan 25 persennya terkait pelanggaran yang muatannya melebihi 100 persen.
Dalam masa pengawasan 14 hari periode 8-22 Juli 2019 di 21 Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang sebanyak 9.225 kendaraan angkutan barang dinyatakan menyalahi aturan, angka tersebut tercatat. Jumlah pelanggar mencapai 81,07% dari total 11.379 kendaraan yang masuk jembatan timbang, artinya, hanya sedikit sekali kendaraan yang dinyatakan tidak melanggar. Pelanggaran paling banyak adalah terkait masalah dokumenm seperti habisnya masa STNK, buku KIR, dan lain sebagainya.
Dampak yang Ditimbulkan ODOL
Dalam praktiknya, overdimension overloading (ODOL) dinilai sangat merugikan pemerintah dan masyarakat. Kerusakan jalan akibat ODOL memicu peningkatan anggaran untuk pemeliharaan jalan nasional, jalan tol, dan jalan provinsi dengan biaya yang tidak sedikit, dengan rata-rata Rp43,45 triliun per tahun.
Dampak ODOL selain membuat kerusakan jalan, juga membuat kerusakan infrastruktur lainnya seperti jembatan, kerusakan kapal, pada kasus penyeberangan dan menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Kasus kecelakaan yang melibatkan truk ODOL atau kelebihan muatan dan dimensi juga sudah banyak terjadi. Bahkan di antaranya sampai mengakibatkan banyak korban jiwa, dan juga kerugian materiil yang tidak sedikit.
Angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kendaraan over dimension over loading (ODOL), ternyata cukup besar. Menurut Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, pelanggaran ODOL berada di peringkat empat selama 2019 lalu, dan menurut Korlantas Polri pelanggaran ODOL menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelangaran lalu lintas versi Korlantas Polri.
Korlantas juga mencatat jumlah kecelakaan lalu lintas baik di jalan tol maupun nasional yang diakibatkan oleh ODOL merupakan kasus dengan laka massal dan fatal. Kendaraan ODOL menjadi penyebab laka massal dan laka fatal lantaran melibatkan tabrak beruntun dan tabrak belakang yang merenggut banyak korban jiwa dalam satu peristiwa.
Kebijakan / Upaya Pemerintah Dalam Penanganan Odol
Penertiban truk Over Dimension Over Load (ODOL) pun menjadi perhatian serius dari pemerintah. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan telah menyatakan bahwa pada 2021 Indonesia akan bebas dari truk ODOL (Over Dimension Overload). Pemerintah telah melakukan sinergi lintas instansi antara Dishub, Kepolisian dan pengelola jalan tol. Upaya pemerintah dalam penanganan ODOL ini antara lain adalah sebagai berikut: Penyempurnaan regulasi (Salah satunya dengan melakukan revisi regulasi penimbangan kendaran bermotor di jalan. Revisi yang dimaksud adalah perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan), peningkatan Prasarana UPPKB (Peningkatan prasana UPPKB juga dilakukan dengan menerapkan system informasi), akreditasi Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor, penggunaan teknologi (Tahun 2018 telah dilakukan sistem e-tilang pada Jembatan Timbang Online (JTO) meski belum semua jembatan timbang menggunakannya, tapi secara bertahap akan dilengkapi semua ke jembatan timbang ini dengan sistem e-tilang untuk menghilangkan potensi hubungan langsung antara pihak pengemudi dengan para petugas), kerjasama Operasional UPPKB (Kementerian Perhubungan mengajak pihak swasta untuk menjadi pengelola jembatan timbang), dan penegakkan hukum (Beberapa hal yang dilakukan dalam penegakan hukum, antara lain; a. Menerapkan Sistem Tilang Elektronik b. Transfer Kelebihan Muatan c. Penyidikan Pelanggaran Pasal 277 UU Nomor 22 Tahun 2009 terhadap Kendaraan Over Dimensi d. Perusahaan Karoseri Diminta Patuhi Regulasi Rancang Bangun Kendaraan Bermotor).
Namun setelah dievaluasi, masih ada beberapa permasalahan pelaksanaan kebijakan zero odol, seperti masih banyaknya praktek ODOL di jalan raya, masih banyak dimensi kendaraan yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah, UPPKB yang belum menerapkan BLU-e, dan unit jembatan timbang yang belum menerapkan JTO (jembatan timbang online).
Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan melalui Pusat Penelitian Jalan dan Perkeretaapian memberikan beberapa rekomendasi terkait upaya pelaksanaan kebijakan untuk mewujudkan Indonesia Zero ODOL, yaitu pertama pembangunan UPPKB secara serentak dibeberapa lokasi yang tertuang pada rencana induk jembatan timbang agar segera direalisasikan, seperti di jalan tol, Pelabuhan, Kawasan industri, Kawasan pergudangan dan jala -jalan strategis, mengingat saat ini baru beberapa daerah yang menggunakan jembatan timbang online.
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat pun kiranya perlu meningkatkan sarana dan perangkat IT yang ditempatkan pada Unit Pengujian Kendaraan Bermotor yang terkoneksi dengan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB).
Terakhir, dengan adanya pengawasan dan evaluasi serta sosialisasi tentang pedoman pelaksanaan normalisasi, hal ini dapat dilakukan dengan koordinasi pada sektor Industri dan perusahaan karoseri sesuai dengan Pedoman Normalisasi yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP. 4294/AJ.510/ DJRD/2019, tentang Pedoman Normalisasi Kendaraan Bermotor.