EVALUASI STANDAR STASIUN PENGISIAN KENDARAAN LISTRIK UMUM (SPKLU) BERDASARKAN KONDISI PASAR KENDARAAN BERMOTOR LISTRIK BERBASIS BATERAI (KBLBB) DI INDONESIA

Perkembangan jumlah Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia beserta Charging Station-nya terus meningkat per tahun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, jumlah KBLBB roda empat di Indonesia per 31 Mei 2023, terdapat 104 tipe kendaraan dengan jumlah Sertifikat Registrasi Uji Tipe sebanyak 15.509 yang terdiri dari kendaraan listrik sepenuhnya da hybrid.

Adapun jumlah charging station yang telah dibangun berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan yaitu 842 unit yang lokasinya tersebar di SPBU dan SPBG, pusat perbelanjaan, perkatoran, area parker, serta beberapa hotel. Charging station terdiri atas beberapa kecepatan yaitu slow charging yang dilakukan dengan menggunakan jenis arus bolak balik (AC), medium charging, fast charging, dan ultra fast charging yang menggunakan jenis aruh searah (DC) dalam pengoperasiannya.

Upaya Pemerintah untuk mendukung peningkatan jumlah KBLBB diantaranya dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan KBLBB sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. SEbagai upaya mempercepat pertumbuhan SPKLU untuk menunjang ekosistem KBLBB di Indonesia, Kementerian ESDM telah melakukan revisi terhadap PM ESDM No 13 Tahun 2020 dengan ditetapkannya PM ESDM No 1 Tahun 2023 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Melalui penetapan regulasi tersebut, pelaku usaha tidak lagi diwajibkan untuk menyediakan seluruh standar konektor yang diakui, melainkan dapat memilih salah satu standar, yaitu Type 2 (AC), CCS 2 Combo (DC &AC) atau Chademo (DC).

Hal ini membuka suatu kemungkinan hanya disediakannya stasiun pengisian sesuai dengan regulasi, sementara saat ini di Indonesia KBLBB didominasi oleh kendaraan menggunakan slow charging. Selain itu, standar GB/T belum diatur dalam PM ESDM tersebut sehingga memberikan keterbatasan dalam penyediaan SPKLU mengingat penyediaan SPKLU akan sesuai yang tercantum dalam PM tersebut, dan pengguna kendaraan dengan konektor GB/T harus menggunakan adaptor setiap melakukan pengisian daya di SPKLU.

Oleh karena itu, diperlukan adanya koordinasi lanjutan antar stakeholders terkait penentuan arah pengembangan KBLBB dan infrastrukturnya terutama SPKLU, sehingga terdapat sinkronisasi data, regulasi dan perencanaan, seperti terkait tipe kendaraan, standar konektor, jenis arus, kecepatan pengisian, lokasi dan kriteria penentuan lokasi SPKLU.


Badan Kebijakan Transportasi memberikan beberapa rekomendasi kebijakan terkait hal ini, diantaranya:

1. Ketersediaan SPKLU untuk KBLBB

Perlu dilakukan pemerataan dan peningkatan jumlah SPKLU di rest area sepanjang jalan tol trans jawa serta diberlakukan model clustering melalui penyediaan charging station di titik-titik setategis bagi Pemerintah Daerah dan Pusat.

2. Besaran Tarif Pengisian 

KM ESDM No 182 Tahun 2023 telah mengatur pemberlakuan biaya layanan yang berbeda untuk setiap jenis kecepatan pengisian. Melalui skema ini konsumen yang ingin menggunakan staisun pengisian daya dengan kecepatan tinggi akan membayar biaya yang lebij tinggi secara total, meskipun harga per kWhnya tetap sama. Melalui skema ini diharapkan PLN dapat menggandeng pihak swasta untuk turut serta dalam penyediaan SPKLU. Penetapan regulasi ini menjadi solusi untuk menjembatani percepatan Pembangunan SPKLU melalui peningkatan biaya yang dibayarkan konsumen sembari tetap menjaga biaya operasional kendaraan listrik lebih murah disbanding kendaraan ICE. Untuk memastikan harga tetap kompetitif dibandingkan dengan kendaraan ICE, regulasi tersbut dapat dievaluasi mengikuti periode evaluasi BBM. Selain itu, perhitungan besar biaya layanan ini hendakanya memperhatikan jika untuk digunakan RON 90 di kendaraan ICE.

3. Perlunya regulasi yang mencakup GB/T

Tingginya persentase KBLBB yang dilengkapi konektor GB/T menunjukkan perlu adanya regulasi yang mengatur tekait standar tersebut. Dengan dimasukkannya standar tersebut, terdpat beberapa manfaat yang ditimbulkan seperti memberikan kepastian bagi pabrikan terhadap pengembangan produk, membuka peluang pasar kendaraan listrik dari pabrikan Tiongkok lain, dan memberi ketenangan bagi konsumen saat menggunakan kendaraan tersebut. Regulator penyediaan prasarana KBLBB (Kementerian ESDM), Regulator sertifikasi komponen (Kementerian Perindustrian), dan Regulator penguji laik jalan kendaraan (Kementerian Perhubungan) perlu berkoordinasi lebih dalam terkait integrasi regulasi, arah kebijakan KBLBB dan mitigasi yang dibutuhkan.

Berdasarkan analisis dan rekomendasi kebijakan tersebut, demi mendukung peningkatan operasional KBLBB dan penyebaran serta standarisasi SPKLU yang menyesuaikan kondisi pasar, diperlukan Langkah-langkah seperti:

  • PLN, kepolisian dan Ditjen Hubdat perlu melakukan koordinasi secara rutin untuk menyamakan jumlah dan tipe kendaraan dalam SRUT, jumlah STNK dan ketersediaan serta jenis SPKLU sesuai kendaraan yang beredar. Hal ini guna selalu tercapainya koordinasi menggunakan data yang selalu terbaru sehingga rencana pengembangan kedepannya dapat selalu mempertimbangkan kondisi terkini.
  • Ditjen Hubdat dan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM perlu berkoordinasi terkait penyiapan marka dan rambu khusus terkait kendaraan listrik dan stasiun pengisiannya.

Komentar

Tulis Komentar