Banyuwangi - Faktor keselamatan dan keamanan menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan transportasi di Indonesia. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kebijakan transportasi terutama di bidang keselamatan dan keamanan, Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) menggelar kegiatan sosialisasi dengan mengusung tema “Sosialisasi Kebijakan transportasi Bidang Keselamatan dan Keamanan Pelayaran Angkutan Penyeberangan di Banyuwangi pada Jumat (12/5).
Analis Kebijakan Utama Baketrans, Umar Aris dalam sambutannya menyampaikan perumusan kebijakan yang telah dihasilkan oleh Badan Kebijakan Transportasi penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat, dengan harapan pemerintah dapat segera merespon keinginan masyarakat secara cepat, akurat, dan manfaat. Terkait keselamatan dan keamanan transportasi penyeberangan perlu dilakukan penanganan bersama baik antara regulator, operator dan pengguna jasa transportasi termasuk para penumpang kapal.
“Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, merupakan salah satu pelabuhan penyeberangan tersibuk di Indonesia yang melayani ratusan perjalanan kapal setiap harinya. Tingginya lalu lintas penyeberangan di Pelabuhan Ketapang yang mencapai 224 trip per hari harus ditunjang dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran angkutan penyeberangan secara menyeluruh,” ungkap Umar Aris.
Senada dengan hal tersebut, Anggota Komisi V DPR RI, Sumail Abdullah menyampaikan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran angkutan penyeberangan merupakan aspek yang krusial dalam menggerakkan roda perekonomian di Indonesia terutama di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai sarana transportasi, pelayaran angkutan penyeberangan harus memastikan bahwa penumpang, awak kapal, dan lingkungan tetap terlindungi.
Menurutnya, upaya mewujudkan transportasi yang aman dan nyaman adalah dengan meningkatkan kepastian keselamatan transportasi yang dapat dilihat dari menurunnya tingkat terjadinya kecelakaan transportasi, dan menurunnya tingkat kualitas kecelakaan transportasi dilihat dari penurunan jumlah korban. Upaya menurunkan tingkat kecelakaan dapat dilakukan secara preventif maupun proaktif.
“Jika melihat kondisi saat ini berdasarkan data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), jumlah kecelakaan pelayaran menurun sebanyak 31,58% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Saat ini kita juga punya pekerjaan rumah dalam pemenuhan jumlah Pelabuhan, armada kapal baik perintis maupun komersil dan disisi lain kebutuhan mobilitas antar pulau di Indonesia cukup besar. yang sering terjadi dilupakanya aspek Kalayakan berlayar.”, tambah Sumail.
Sebagai informasi dalam mengatasi isu keselamatan dan keamanan pelayaran, berbagai organisasi dan lembaga maritim telah mengembangkan berbagai standar dan pedoman keselamatan. Setidaknya ada 4 pilar regulasi internasional yang mengatur tentang keselamatan dan keamanan pelayaran yang menjadi pedoman di Indonesia. Safety Of Life At Sea (SOLAS), The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) The International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) dan Maritime Labour Convention (MLC).
Implementasi standar ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran angkutan penyeberangan
Akademisi Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Raja Oloan melihat Kapal yang dipakai untuk transportasi penyeberangan harus memenuhi persyaratan teknis yang ketat, termasuk dalam hal pemasangan peralatan keselamatan seperti pelampung, perahu penyelamat, dan alat pemadam kebakaran. Kapal juga harus rutin diperiksa dan diperbaiki secara berkala agar selalu dalam kondisi yang baik dan aman untuk digunakan.
Termasuk melakukan lashing pada angkutan barang yang akan melakukan penyeberangan. Lashing merupakan langkah penting dalam angkutan penyeberangan. Dengan menerapkan hal ini lashing membantu memberi perlindungan yang diperlukan untuk mencegah potensi terjadinya kerusakan hingga kecelakaan selama penyeberangan.
Selain itu, hal ini juga berkontribusi pada keamanan awak kapal dan kepatuhan terhadap peraturan serta standar keselamatan yang berlaku. Dengan kata lain, lashing menjadi pilar utama yang memastikan integritas muatan dan keberlangsungan operasional yang lancar dalam angkutan penyeberangan” tambah Raja.
Saat ini Pusat Kebijakan Sarana Transportasi bekerja sama dengan ITS sedang mengembangkan Konsep Lashing pada kapal - kapal penyeberangan pada lintasan Ketapang-Gilimanuk sebagai pilot project dan bekerjasama dengan ITS Surabaya.
Diharapkan konsep lashing dengan waktu pasang sekitar 5 menit akan mempercepat proses lashing karena pemasangan akan dilakukan oleh sopir kenderaan masing2, sehingga proses bisnis terpenuhi dan aspek keselamatan juga terpenuhi. Dengan waktu pelayanan lashing maksimum 5 menit/kendaraan kedua belah pihak mendapatkan keuntungan waktu dan terpenuhinya unsur keselamatan. Diharapkan konsep ini berhasil dan segera dapat diaplikasikan, sehingga dapat diajukan menjadi Peraturan Menteri sebagai salah satu syarat dalam pemberian SPB (Surat Persetujuan Berlayar). Demikian penjelasan dari Kepala Pusat Kebijakan Sarana”. Dr.Ir. Gunung Hutapea, MM dalam acara sosialisasi Kebijakan Sarana Transportasi wilayah Jawa Timur bersama Anggota Komisi V DPR RI.
Umar Aris menambahkan Meski berbagai upaya telah dilakukan, tantangan dalam menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran angkutan penyeberangan akan selalu ada. Perubahan dinamis, keamanan dan keselamatan, kebutuhan akan pembaruan teknologi, serta faktor-faktor eksternal seperti cuaca buruk, tetap menjadi perhatian yang harus diatasi secara terus-menerus. Sehingga perlu terus dilakukan pemantauan, evaluasi, dan perbaikan untuk mengatasi risiko yang mungkin timbul dan memastikan bahwa standar keselamatan dan keamanan tetap relevan dan efektif.
Meski telah beralih kewenangan dalam pengelolaan angkutan penyeberangan, namun secara umum standar atau SOP dalam pemenuhan aspek keselamatan dan keamanan tetaplah sama” ujarnya.
Sebagai penutup, Sumail Abdullah menekankan pentingnya komitmen bersama baik itu Regulator, Operator dan juga pengguna jasa untuk menjadikan keselamatan sebagai budaya dan pondasi sehingga pemenuhan aturan tentang keselamatan kapal, kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal menjadi tidak lagi untuk sekadar pemenuhan tanggung jawab dan kewajiban melainkan sudah menjadi kebutuhan.
“Komisi V DPR RI bersama dengan Pemerintah dalam hal ini yang menjadi penanggungjawab bidang transportasi, Kementerian Perhubungan terus mengupayakan layanan kepada masyarakat maupun menjadi payung hukum yang sekiranya bisa menerbitkan Undang-undang, Inpres, atau regulasi-regulasi yang ada dibawahnya”, tutup Sumail.
Dengan diadakannya acara ini, diharapkan Baketrans mampu mendapat gambaran mengenai berbagai macam peluang, potensi, serta hambatan yang akan terjadi dalam proses implementasi kebijakan yang akan dilaksanakan.
Turut hadir dalam kegiatan ini, Asisten Deputi Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kab. Banyuwangi, Yanto, Subdit Angkutan Laut Dalam Negeri, Moch. Yusuf, Auditor International Ship and Port Security Code, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Puput Agus Setiawan, dan Analis Kebijakan Ahli Madya, Yessi Gusleni.