Solusi yang diterapkan oleh pemerintah dalam peningkatan pelayanan angkutan umum perkotaan sebagai upaya agar masyarakat mau berpindah ke angkutan umum adalah program Buy The Service (BTS) untuk angkutan umum perkotaan berbasis bus. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 9 Tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Umum Perkotaan, yang dimaksud dengan pembelian layanan (Buy The Service) adalah skema pemberian subsidi berupa pembelian layanan dari perusahaan angkutan umum untuk penyelenggaraan angkutan penumpang umum di kawasan perkotaan kepada masyarakat yang diberikan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, kepada operator dengan mekanisme lelang berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) atau Quality Licensing yang memenuhi aspek kenyamanan, keamanan, keselamatan, keterjangkauan, kesetaraan serta memenuhi aspek kesehatan. Jadi dalam skema ini, pemerintah hanya memfokuskan diri untuk mengevaluasi kinerja layanan yang dijalankan oleh operator.
Pemerintah perlu menetapkan tarif Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP) terkait Layanan Angkutan Perkotaan dengan Skema Pembelian Layanan BTS. Diharapkan dengan berlakunya tarif layanan angkutan BTS akan menciptakan ilkim usaha angkutan perkotaan yang bersaing secara sehat sekaligus meningkatkan animo masyarakat beralih ke transportasi publik untuk mengurangi masalah kemacetan di perkotaan.
Sebelum dilaksanakan pemberlakuan tarif, perlu dilihat kesiapan pemerintah daerah dalam pengelolaan BTS ini. Kesiapan tak hanya dari sisi sarana, prasarana, dan sumber daya manusia saja, namun juga kesiapan terkait regulasi dan masterplan pengelolaan serta pengembangan layanan supaya program BTS dapat berkelanjutan dalam tingkat pemerintah daerah.
Kendala Saat Ini
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan angkutan umum untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat, seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 158 ayat 1. Pengguna transportasi umum terus mengalami penurunan tiap tahunnya dikarenakan peningkatan daya beli masyarakat yang juga berdampak pada semakin meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi. Selain itu, karena layanan angkutan umum di Indonesia, terutama bus tidak memberikan kinerja yang baik. Penyelenggaraan angkutan umum perkotaan berbasis bus dengan skema BTS merupakan salah satu upaya pemerintah pusat untuk mereformasi sistem angkutan umum di kota-kota Indonesia yang memerlukan peran serta pemerintah daerah dalam keberlanjutan program. Untuk itu, perlu ada upaya dalam menghadapi beberapa permasalahan yang dapat menghambat kelancaran dan keberlanjutan penyelenggaraan angkutan umum perkotaan dengan skema BTS.
1. Sistem Kelembagaan
Pengelolaan operasional dan non-operasional (pendapatan, pengembangan bisnis, dll) masih menjadi isu utama dalam penyelenggaraan angkutan umum perkotaan berbasis bus dengan skema BTS. Oleh karena itu, diperlukan sebuah lembaga/otorita independen sebagai pengelola dengan model bisnis, finansial dan operasional yang matang dan memiliki peran dalam koordinasi transportasi perkotaan baik di ranah pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat.
2. Pendanaan Pemerintah Daerah
Program BTS merupakan bantuan teknis yang bersifat sementara dari pemerintah pusat dalam penyelenggaraan angkutan umum perkotaan di berbagai wilayah Indonesia, oleh karenanya diperlukan kesiapan pemerintah daerah dalam mengelola program secara berkelanjutan. Di sisi lain, keterbatasan finansial dari pemerintah daerah dapat berimbas tidak berjalannya program secara optimal dan berkelanjutan.
3. Konektivitas Layanan Angkutan Eksisting
Isu lain yang ada di lapangan, yaitu adanya penolakan dari pengusaha angkutan umum eksisting yang merasa tersaingi dengan adanya angkutan massal. Di sisi lain, angkutan eksisting dapat menjadi pendukung layanan angkutan massal bus (sebagai angkutan pengumpan/feeder).
4. Kriteria Kota Penyelenggara Program BTS
Penyelenggaraan angkutan umum dengan skema BTS saat ini hanya sebatas pada kota – kota besar saja dengan konsep angkutan massal, sementara angkutan umum perkotaan tidak hanya berbicara sebatas angkutan massal di kota besar saja. Penentuan kriteria penyelenggaraan program BTS perlu disesuaikan guna terselenggaranya angkutan umum perkotaan yang optimal di berbagai wilayah di Indonesia yang memiliki potret kondisi perkotaan yang beragam, baik dari segi geografi, demografi, maupun aktivitas ekonomi masyarakat setempat.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
1. PENGUATAN ASPEK LEGAL
Penguatan aspek legal, seperti memasukkan Program Angkutan Umum Perkotaan menjadi Program Strategis Nasional (PSN), upaya sinkronisasi usulan program terhadap RPJMD dan regulasi terkait lainnya. Selanjutnya, beberapa masukan untuk penyempurnaan regulasi pada Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Penumpang Umum Perkotaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat diantaranya; perlu menambahkan uraian pengertian “Bantuan Teknis” secara jelas dan menambahkan terkait ketentuan mengenai pemberian subsidi skema BTS supaya dapat mengakomodir kota sedang dan kota kecil dengan penetapan kriteria kota sebagai persyaratan penerima subsidi yang diformulasikan sesuai dengan kebutuhan kota tersebut.
2. PENGUATAN TATA KELOLA KELEMBAGAAN
Terciptanya badan atau institusi pemerintah yang berfungsi untuk menjamin fleksibilitas serta mengelola manajemen operasional angkutan umum. Pada tahap awal akan dikelola oleh Mitra Instansi Pengelola (MIP). Dalam masa transisi pengelolaan melalui MIP, perlu kiranya dilakukan komunikasi secara intensif kepada pemerintah daerah mengenai skema subsidi yang dapat diberikan sesuai dengan kriteria pemerintah daerah.
3. STRATEGI PENDANAAN
Inovasi dalam pembiayaan pengoperasian dan perawatan aset dengan pendapatan di luar tarif atau non-farebox (NFB) dapat berperan dalam kemandirian finansial, seperti pemasangan iklan, kerja sama penamaan halte, dsb. Pendanaan kreatif juga perlu dikembangkan pada angkutan umum perkotaan dengan skema BTS untuk mengurangi kebutuhan subsidi. Pendanaan kreatif dapat berupa; kerja sama dengan badan usaha atau swasta dengan menjajaki berbagai perusahaan unggulan daerah untuk pemanfaatan Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Coorporate Social Responsibility (CSR) yang digunakan sebagai pengembangan transportasi daerah. Adapun dukungan penganggaran transportasi daerah untuk dapat dimasukkan sebagai kebutuhan dasar dengan alokasi sebagian anggaran yang sekiranya dapat dimanfaatkan untuk dukungan pengembangan transportasi daerah, sehingga perlu berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta Ditjen Pembinaan Keuangan Daerah.
4. PENINGKATAN KONEKTIVITAS TRANSPORTASI DENGAN KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal dalam mobilitas masyarakat seperti angkot, bajaj, andong, dengan angkutan perkotaan utama menjadi satu kesatuan dalam proses pengembangan transportasi di suatu wilayah. Integrasi moda dengan memadukan moda transportasi eksisting dapat dilakukan, baik dengan trayek yang berhimpitan, maupun re-route trayek. Penerapan angkutan umum massal bus tanpa didukung dengan reformasi angkutan eksisting berbasis jalan yang baik, akan kecil kemungkinan keberhasilannya, karena angkutan eksisting dapat menjadi layanan first and last mile trip pada koridor utama angkutan massal bus, sehingga apabila reformasi dilakukan juga pada angkutan umum eksisting dapat menjadi langkah awal untuk mendorong masyarakat beralih menggunakan angkutan umum.
5. PENINGKATAN KAPASITAS SDM
Perlu dilakukan transfer knowledge dan teknologi sebagai upaya penguatan sumber daya manusia (SDM) di daerah guna keberlanjutan program penyelenggaraan angkutan perkotaan skema BTS. Beberapa usulan yang dapat diberikan, diantaranya: Pelaksanaan bimbingan teknis yang perlu lebih ditingkatkan sebagai media penguatan SDM di daerah, pembentukan Forum Program BTS sebagai media komunikasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan terkait, dan pembuatan panduan pelaksanaan angkutan perkotaan skema BTS dan contoh best practice kota yang telah menjalankan program tersebut, sehingga dapat dijadikan pedoman pemerintah daerah yang akan melaksanakan program angkutan perkotaan skema BTS.
6. STRATEGI KOMUNIKASI DAN PROMOSI
Strategi membangun customer engagement sebagai upaya dalam mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum, seperti diantaranya dapat dilakukan pemberlakuan tarif khusus berbasis jam sibuk, tarif khusus untuk kelompok tertentu seperti disabilitas, lansia, pelajar, serta adanya peningkatan fasilitas pelayanan dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM), termasuk melakukan pemutakhiran sistem pengelolaan dan asesmen terhadap penerapan SPM sesuai dengan dinamika di lapangan. Program dapat diminati oleh masyarakat dengan didukung sosialisasi yang efektif dan efisien terkait layanan angkutan umum BTS melalui media sosial.
(Policy Brief Strategi Keberlanjutan Layanan Angkutan Umum Perkotaan Dengan Skema Buy The Service (BTS)-Pusat Kebijakan Lalu Lintas dan Transportasi Perkotaan, 2023)