Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2019 yang lalu telah memutuskan untuk melakukan pemindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Keputusan untuk memindahkan ibu kota ini diambil sebagai langkah antisipasi atas keterbatasan daya dukung dari DKI Jakarta serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa. Untuk mendukung kebutuhan pergerakan di Ibu Kota Negara baru, Pemerintah telah menetapkan arah pembangunan sarana dan pra sarana transportasi yang mengusung konsep "smart city, smart mobility”. Dimana dalam konsep ini, lingkungan menjadi acuan utama dalam penentuan arah pengembangan sarana dan pra sarana transportasi. Namun, tentunya untuk menyokong pembangunan Ibu Kota Negara Baru yang berkonsep “smart city, smart mobility” diperlukan infrastruktur dan sarana transportasi yang mengedepankan transportasi yang ramah orang dan ramah lingkungan. Pembangunan infrastruktur dan sarana seperti ini lebih bertumpu kepada pemanfaatan teknologi mutakhir transportasi masal, yang penggunaannya tidak menghambat mobilitas orang-orang yang lalu lalang, khususnya para pejalan kaki dan pesepeda. Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam merealisasikan hal ini adalah dengan merencanakan penggunaan kendaraan listrik otonom (KLO) sebagai moda transportasi masal. Untuk memastikan bahwa pembangunan infrastruktur dan sarana transportasi ini sejalan dengan tujuan awal pemerintah dalam menciptakan tata kota yang baik, Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Perkeretaapian melakukan kajian terkait implementasi dan standar serta kriteria sarana angkutan umum autonomous berbasis energi listrik di wilayah Ibu Kota Negara Baru.
Rencana implementasi transportasi kendaraan listrik otonom di Ibu Kota Negara baru sejauh ini masih menyesuaikan dengan masterplan IKN, dimana analisis implementasi ini akan berpegang pada prinsip pembangunan IKN sebagai kerangka induk dari rencana implementasi kendaraan otonom. Pada masterplan IKN dan berdasarkan data dari Kementrian PUPR tahun 2021, terdapat 3 zona pada IKN, yakni KIPP sebagai kawasan pusat pemerintahan, K-IKN yang merupakan kawasan dari IKN, dan KP-IKN yang merupakan kawasan perluasan IKN. Selain zona IKN, terdapat pula daerah-daerah pendukung IKN yakni Samarinda, dan Balikapapan. Maka implementasi sistem transportasi otonom tidak hanya mempertimbangkan kawasan IKN saja, tetapi juga mempertimbangkan faktor pergerakan internal-eksternal maupun eksternal- internal. Saat ini, data pola pergerakan apabila dihubungkan dengan skema desire lines yang telah diberikan oleh Kementrian PUPR, maka mayoritas pergerakan akan menuju sentral kawasan IKN. Sehingga masterplan transportasi pada IKN akan terdiri dari beberapa jenis transportasi publik berbasis darat yang beroperasi, yaitu:
Airport Train;
Metro (MRT/ LRT) pada koridor antarkota. MRT direncanakan sebagai moda transportasi utama di KIKN. Jaringan jalan KA MRT menghubungkan seluruh wilayah BWP. Pengembangan LRT sebagai pendukung MRT dimaksudkan menjadi feederbagi MRT sementara LRT pada IKN diarahkan secara underground, at grade, maupun elevated;
Intercity Bus;
Autonomous Minibus yang akan beroperasi pada kompleks istana dan pemerintahan;
Autonomous BRT pada koridor kebangsaan; dan
BRT Direct Services pada koridor kota.
Sementara itu, untuk dapat melakukan optimalisasi terhadap pergerakan intermoda di wilayah IKN maka disarankan pengadopsian skema pembayaran angkutan umum berupa account-based tariff atau ABT dimana dalam skema ini, pengguna angkutan umum tidak lagi memerlukan atau harus memiliki alat pembayaran yang terkekang, sehingga pengguna dapat membayar tarif secara langsung tanpa memerlukan pemahaman tarif masing-masing angkutan, hal ini dikarenakan ABT memiliki sifat perhitungan billingbackdoor yang otomatis.
Perencanaan sistem transportasi umum di IKN tentu tidak terlepas dari perhatian pada kondisi transportasi saat ini di DKI Jakarta dan kawasan sekitar KIPP dan KIKN. Dimana pada kondisi saat ini sudah mulai banyak masyarakat di Jakarta yang beralih menggunakan transportasi umum. Hal ini tentu tidak terlepas dari peran aktif pemerintah yang berusaha untuk terus melakukan upaya perbaikan pada kondisi fasilitas dan pelayanan transportasi umum guna mengurangi kemacetan yang ada di wilayah DKI Jakarta. Masyarakat di DKI Jakarta saat ini sudah memiliki banyak pilihan transportasi umum seperti KRL, Bus Trans Jakarta, MRT dan LRT. Berbeda dengan kondisi di DKI Jakarta, kondisi pada kawasan KIKN pada saat ini khususnya yang dilihat di wilayah Balikpapan hanya memiliki mikrolet dan bus antar kota/antar provinsi. Berdasarkan kondisi transportasi DKI Jakarta dan rencana KIKN dapat terlihat bahawa masyarakat akan lebih tertarik menggunakan transportasi umum apabila mudah, murah, nyaman dan cepat. Sehingga kemudian dalam perencanaan transportasi umum di KIKN perlu memberikan perhatian khusus terhadap fasilitas-fasilitas tersebut agar masyarakat memiliki ketertarikan dan keinginan dalam menggunakan transportasi umum di KIKN.
Di dalam perencanaannya, jaringan transportasi di Ibu Kota Negara baru secara garis besar akan disusun dalam 4 (empat) ring yang terdiri dari :
Ring 1 dari ibu kota negara akan dijadikan sebagai daerah pemerintahan yang transportasinya akan didominasi oleh pejalan kaki, e-bike, e-scooter, dan lain sebagainya.
Ring 2 mengedepankan transportasi masal berupa LRT atau light rail transitdan ART atau rail rapid transitsebagai moda transportasi utama.
Ring 3 menggunakan jaringan terintegrasi untuk memastikan akses MRT atau mass rapid transit ke seluruh daerah.
Ring 4 lebih mengedepankan transportasi masal yang berukuran kecil namun memiliki jangkauan yang lebih jauh, seperti bus listrik misalnya.
Sebagai bentuk rencana implementasi kendaraan otonom di wilayah Ibu Kota Negara baru, maka sebelum kendaraan otonom mendapatkan izin untuk dapat beroperasi, terlebih dahulu pihak produsen harus dapat memastikan bahwa kendaraan otonom tersebut cukup aman untuk dioperasikan. Panduan pada kajian ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi pihak produsen yang akan mengoperasikan kendaraan otonom di jalan umum untuk terlebih dahulu melakukan pengujian berdasarkan poin-poin pada panduan ini. Berdasarkan studi komparasi dari beberapa panduan implementasi kendaraan otonom di berbagai negara (USA, Kanada, Jepang, Uni Eropa, Singapura, Israel, dan Inggris), pada Rancangan Kerangka Panduan ini diusulkan poin-poin panduan untuk menguji kesiapan implementasi kendaraan otonom di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) tingkat otomatisasi dari sistem kendaraan yang diproduksi; (2) keamanan sistem; (3) Operational Design Domain (ODD); (4) Object and Event Detection and Response (OEDR); (5) testing dan validasi; (6) Fall Back to Minimum Risk Condition; (7) Human Machine Interface dan Accesibility of Controls; (8) Cyber Security; (9) Crashworthiness; (10) Post-crash Behaviour; (11)Data Recording and Sharing; (12) Pendidikan Konsumen dan Pelatihan; (13) Peraturan Hukum; (14) Privasi Pengguna; (15) Registrasi dan Sertifikasi; (16) Pertimbangan Etik; (17) System updates dan after-market repair/modification.
Sementara itu apabila kita melihat dari aspek customer acceptance terhadap KLO, dimana penerimaan merupakan salah satu bagian dari adopsi teknologi baru yang memiliki banyak tantangan dengan melibatkan banyak kelompok dan pemangku kepentingan yang masing- masing memiliki tingkat penerimaan dan persepsi yang berbeda terhadap teknologi baru. Walaupun KLO menawarkan pengalaman berkendara yang lebih mudah, meningkatkan keselamatan pengguna dari adanya kecelakaan yang diakibatkan oleh manusia, dan berkurangnya waktu berkendara namun hal ini belum tentu dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap teknologi baru. Proses penerimaan terhadap teknologi dapat berbeda pada setiap kota atau negara, bergantung pada kondisi sosial dan norma yang berlaku di masyarakat. Banyaknya kelompok dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam penerapan suatu teknologi baru juga tidak menutup kemungkinan adanya konflik kepentingan. Berdasarkan hasil studi yang didapatkan dari operasionalisasi MRT di Jakarta, didapatkan beberapa poin penting untuk meningkatkan keberterimaan dan minat masyarakat dalam menggunakan moda transportasi baru yaitu :
Adaptasi terhadap teknologi baru melalui sosialsiasi dan uji coba langsung terhadap masyarakat
Edukasi masyarakat terhadap KLO sebagai moda transportasi baru sangat diperlukan untuk meningkatkan rasa kepemilikan serta mengetahui cara berperilaku yang sesuai saat menggunakan KLO.
Strategi yang komprehensif dan pelibatan beragam pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk meningkatkan keberterimaan masyarakat.
Supply dan demand dari energi listrik merupakan salah satu isu utama dari rencana penerapan KLO. Karena secara langsung tentu saja pengoperasian KLO akan memberikan beban lebih ke jaringan tenaga listrik sehingga perlu pengelolaan yang baik, dimana pengelolaan ini tidak hanya terbatas pada penambahan kapasitas infrastruktur tenaga listrik (supply), namun juga terkait dengan manajemen permintaan tenaga listrik (demand). Pada kajian ini, terdapat rekomendasi regulasi peak shavingyang terkait dengan perawatan KLO, dengan fokus khusus pada perawatan kendaraan listrik. Regulasi peak shaving yang ditawarkan ini memotong atau mengurangi permintaan daya listrik saat terjadi peningkatan kapasitas yang banyak atau saat beban puncak. Peak shaving dapat dilakukan dengan memberikan harga yang berbeda untuk charging saat terjadi beban puncak, dimana harga yang diterapkan dapat lebih mahal pada jam-jam tertentu saat beban puncak sehingga pengguna dapat melakukan pengisian daya di jam yang lain untuk mengindari harga yang tinggi. Rekomendasi regulasi yang kedua adalah menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2020. Peraturan menteri tersebut telah membahas penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Rekomendasi regulasi yang ketiga adalah dengan menggunakan fast charging atau ultrafast charging dengan teknologi paling terbaru. Penggunaan jenis pengisian daya tipe ini dapat membatu mempercepat waktu yang dibutuhkan pengguna kendaraan listrik dan otonom dalam mengisi daya.