Solo – Menyoroti insiden yang melibatkan bus pariwisata beberapa waktu lalu, Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan melalui Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Transportasi melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Penguatan Regulasi dan Kelembagaan Untuk Menekan Angka Kecelakaan Bus Pariwisata” di Solo pada Selasa (28/5).
Kepala Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Transportasi, Jumardi menyampaikan bahwa kegiatan ini untuk memperoleh masukan dari semua stakeholders terkait khususnya transportasi jalan agar dilakukan langkah-langkah sistematis tentang kondisi serta hambatan dalam penyelenggaraan jasa transportasi bus pariwisata. "Harapannya terkumpul semua saran dan masukan yang nantinya digunakan untuk merumuskan solusi fundamental yang tepat dan menyeluruh terkait keselamatan dan keamanan angkutan bus pariwisata" ujarnya.
Analis Kebijakan Ahli Utama, Umar Aris dalam sambutannya menjelaskan pemerintah perlu mengintervensi melalui penerapan regulasi yang berkontribusi positif untuk peningkatan keselamatan dan keamanan angkutan bus pariwisata serta butuh sistem kelembagaan yang fokus terhadap permasalahan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.
“Untuk menghasilkan kebijakan yang legitimate terkait keselamatan dan keamanan angkutan jalan dibutuhkan masukan konstruktif yang pertama dari unsur regulator dimana kita perlu duduk bersama dengan regulator-regulator lainnya, yang kedua dari unsur operator, dan terakhir dari unsur user atau pengguna seperti masyarakat, akademisi, dll.” jelas Umar.
Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Soerjanto Tjahjono mengatakan bahwa insiden pada bus pariwisata selama ini pada bus pariwisata sebagian besar pada masalah rem dan yang kedua adalah faktor manusia seperti kelelahan.
"Kedua hal ini sudah lebih dari 80% penyebab dari insiden pada bus pariwisata, jadi manusia dan masalah rem. Namun hal yang mendasar dalam penguatan regulasi salah satunya adalah hari libur pengemudi bus yang akan berpengaruh pada masalah kelelahan" tambahnya.
Data yang didapat Korlantas Polri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan terjadinya laka lantas. Pada tahun ini telah mencapai 69 insiden yang melibatkan bus baik AKDP maupun AKAP termasuk di dalamnya bus pariwisata. Faktor-faktor risiko penyebab lakalantas tidak lepas dari kecepatan kendaraan, alkohol, kelelahan pengemudi, penggunaan alat komunikasi, gaya mengemudi, kondisi fisik dan keterampilan pengemudi, usia pengemudi, dan terakhir faktor kendaraan.
Berangkat dari hal tersebut, Kasi Audit Ditkamsel Korlantas Polri, AKBP Hendro mengungkapkan bahwa saat ini Korlantas Polri sedang menyusun atau mengkaji penambahan uji praktek penerbitan SIM bagaimana pengemudi bus dapat mengatasi masalah pengereman. Sehingga kedepannya dapat menekan risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus pariwisata.
Akademisi UNIKA, Djoko Setiowarno mengamati beberapa hal yang menjadi catatan diskusi dan perlu ada tindak lanjut diantaranya adalah belum ada payung hukum terkait upah standar pengemudi truk dan bus, rampcheck rutin dari BPTD dan Dishub, penyediaan tempat istirahat pengemudi di destinasi wisata dan kewajiban minimal 2 pengemudi dengan kemampuan setara bagi setiap bus wisata, serta perlu mereviu regulasi terkait hal tersebut dan memasukkan unsur investigasi.
Di sisi lain, perwakilan dari Operator Bus menuturkan bahwa untuk menekan angka kecelakaan dibutuhkan pendidikan keselamatan berlalu lintas yang dikhususkan pada pengemudi baik bus dan truk dengan bentuk sekolah pengemudi. Karena selama ini dibandingkan dengan moda lain, angkutan jalan belum ada sekolah yang khusus untuk pengemudi yang memiliki kemampuan tersertifikasi dengan baik.
Analis Kebijakan Ahli Utama, Gede Pasek turut menyoroti hal tersebut. Menurutnya Pemerintah selaku pemberi izin, juga memiliki kewajiban yaitu memberikan jaminan pelayanan, memberikan perlindungan kepada perusahaan angkutan umum dengan menjaga keseimbangan supply and demand dimana angkutan umum dikembangkan menjadi industri dengan persaingan yang sehat.
"Pengemudi harus diperhatikan hak-haknya selain kewajiban yang telah diatur dalam regulasi, misalnya upah, asuransi, pendidikan dan pelatihan. Pemerintah wajib membuat keseimbangan dengan melakukan pengawasan, memberikan asuransi dan program pendidikan dan pelatihan pengemudi" pungkasnya.
Masalah pengawasan dan pengendalian menjadi aspek penting dalam penyelenggaraan angkutan jalan khususnya bus pariwisata sehingga komunikasi, kolaborasi dan koordinasi yang melibatkan semua stakeholder terkait harus saling melengkapi dengan tujuan untuk mewujudkan angkutan jalan yang berkeselamatan.
Turut hadir dalam kegiatan ini Kabag Hukum dan Humas Setditjen Hubdat, Aznal, Direktur Operasional PT. WH Transportasi Indonesia, Romy Firmangustri, Direktur Training IRSP, Eko Reksodipuro, DPD ASITA D.I Yogyakarta, Fachri Herkusuma, Plh. Kadishub Provinsi Jawa Tengah, Perwakilan Organda dan Otobus Indonesia.