Aktivitas ekonomi di berbagai tingkatan lokal, nasional hingga global mengalami perlambatan drastis bahkan terhenti. Disrupsi logistik terjadi di berbagai negara, jaringan rantai pasok terkoyak, aktivitas produksi dan konsumsi mengalami stagnasi, dan permintaan energi anjlok. Tentu sebagai akibatnya kesempatan kerja pun semakin pupus dan tingkat pengangguran meningkat yang berimbas langsung kepada meningkatnya angka kemiskinan.
Indonesia tentu tidak terlepas dari dampak sosial dan ekonomi sebagai akibat dari mewabahnya virus COVID-19. Pada tahun 2020, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut akan jauh lebih rendah dari target yang dicanangkan pada tahun sebelumnya. Kementerian Keuangan saat itu memprediksi perekonomian kita menghadapi ketidakpastian dan kemungkinan hanya tumbuh minus 0,4% – 2,3%. Tentu berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah demi mengatasi perlambatan ekonomi dan memberikan sejumlah stimulus untuk memacu pemulihan ekonomi.
Sepanjang tahun 2020 pemerintah merespon pandemi virus COVID-19 dengan tiga strategi:pertama, membatasi penyebaran virus corona lewat kebijakan PSBB; kedua, memperkuat fasilitas dan pelayanan kesehatan untuk menghadapi pandemi; ketiga, meredam dampak ekonomi yang diakibatkan karena aktivitas ekonomi yang melambat dengan memperkuat jaring pengaman sosial dan dukungan fiskal terhadap dunia usaha dan UMKM yang terdampak. Ketiga strategi ini terlihat dalam perubahan dan realokasi belanja dalam APBN 2020 yang mengalami penghematan anggaran K/L, realokasi belanja, dan perluasan pemanfaatan dana desa, serta tambahan anggaran untuk belanja penanganan COVID-19 yang diatur dalam Perpu No. 1/2020.
Secara garis besar, dampak dari Pandemi COVID-19 memberikan tantangan yang lebih besar bagi pemerintah untuk mencapai target pembangunan nasional, antara lain: menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkualitas, menciptakan pemerataan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan membangun infrastruktur secara merata di seluruh Indonesia.
Dalam hal ini, peran logistik memainkan peran yang cukup penting. sektor logistik dinilai sangat berpotensi baik pada masa COVID-19. Logistik saat ini merupakan bisnis yang masih eksis di tengah pandemi dan harus tetap servicing, melayani konsumennya dengan baik dengan tetap mempersiapkan bisnis selepas COVID-19 atau preparing walau saat ini potensinya besar, industri logistik tetap harus waspada. Karena tidak semua masyarakat langsung mengubah kebiasaan belanja menjadi online, yang didistribusikan lewat bisnis logistik. Pemain logistik lokal mulai fokus menggunakan IT. Selain mempermudah, juga secara jangka panjang lebih hemat secara operasional. Teknologi sangat berperan dalam mendukung logistik. Pemain-pemain yang menikmati bisnis di masa COVID-19 ini juga salah satunya karena memiliki sistem IT terbarukan. Sehingga bisa terintegrasi dengan industri e-commerce.
Dampak pandemi COVID-19 sangat terasa di semua sektor termasuk di industri angkutan barang/logistik. Sektor yang terdampak tentunya akan mengalami penurunan kinerja dan bahkan mengalami kerugian secara finansial. Mempertimbangkan kondisi tersebut, pemerintah perlu memberikan dukungan melalui serangkaian kebijakan khususnya untuk menjamin agar distribusi angkutan barang/logistik dapat bertahan atau bahkan menjaga keberlangsungan agar pelayanan kepada masyarakat baik pada masa/pasca pandemi covid 19 tidak terhambat.
Meskipun data jumlah angkutan barang berdasarkan jenis transportasi yang digunakan (Kereta Api, Pesawat dan Kapal) mengalami sejumlah penurunan akibat pandemi virus COVID-19, tetapi tidak semua jenis kegiatan logistik terdampak berat, namun ada pula sejumlah kegiatan logistik yang bertahan bahkan cenderung mengalami pertumbuhan positif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Antarmoda melalui pengumpulan data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa jenis kegiatan logistik yang masih dapat bertahan dan mengalami pertumbuhan positif adalah jasa logistik e-commerce, jasa angkutan barang kiriman (courier service), jasa pergudangan bahan pokok dan barang retail, dan jasa layanan logistic yang berkaitan dengan transaksi B to C (Business to Consumer) dan C to C (Consumer to Concumer). Sementara itu, untuk usaha terdampak berat ada pada jasa angkutan barang moda udara, jasa angkutan moda barang laut, jasa angkutan truk peti kemas (container), jasa angkutan truk ekspor/import, jasa angkutan bahan baku industri manufaktur, jasa kegiatan bongkar muat (stevedoring), jasa kegiatan customs dan port clearance, dan jasa kegiatan depo peti kemas (Kontainer), jasa pergudangan bahan baku impor dan berikat, jasa kegiatan logistik lainnya berkaitan dengan transaksi Bisnis to Bisnis (B to B).
Melalui hasil pengumpulan data diperoleh pula klasifikasi industri jasa logistik terdampak COVID-19 berdasarkan jenis komoditi yang dikelola. Komoditi yang mengalami penurunan yakni bahan baku industri (manufaktur, kerajinan, olahan dan semacamnya), produk jadi hasil industri seperti otomotif dan elektronik, barang impor dan eksport serta pertambangan. Sedangkan untuk komoditi yang mengalami kecenderungan peningkatan diantaranya adalah produk jadi hasil industri untuk alat kesehatan dan semacamnya, bahan kebutuhan pokok primer seperti makanan, minuman, obat-obatan, dan pertanian dan perikanan air laut/ air tawar.